Aneh gila! Banyak acara di TV menampilkan artis bertato: dari penyanyi, presenter hingga pemain sinetron dan film. Kenapa selebriti Indonesia suka tato, om? Mungkin ingin mengenang almarhum Pak Tino Sidin: "Ini gambar dari adik kita dari SD Pedurungan Semarang, BAGUS!
Ah Ngaco! Atau mungkin ingin mendukung kesenian di negeri ini, jadinya mereka menyewa perupa untuk mensosialisasikan tato dikalangan para artis. Ah ngaco lagi. Bukankah tato itu bersifat personal, dan itu adalah hak asasi manusia. Memang tidak ada deklarasi yang menyatakan, bahwa tato adalah hak segala bangsa, maka oleh sebab itu penjajahan kreatifitas di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan kebutuhan para artis Indonesia. Tapi negeri ini kan negeri yang santun, termasuk kesopanan dalam penampilan lahiriah.
"Antahlah, ambo ndak ngarati itu," kata urang awak. "Kulo mboten ngertos," kata wong Jowo dan "Kaueleh tak uneng," kata orang Madura. Artis bertato, berkalung, berkerudung, bermandikan lumpur, emang gue pikirin. Tapi kita kan nggak bisa diam membiarkan yang seperti itu, tak iyek?
Yang jelas, perhatikan anak-anak di rumah, kalau mereka kelak mau jadi orang beken karena kebanyakan menonton tipi, itu terserah Anda untuk membiarkan mereka menjadi artis bertato atau artis bertakwa. Bedanya tipis. Coba perhatikan sinetron-sinetron religi kita, tokoh utamanya yang ganteng yang akting protagonisnya meyakinkan, ternyata menyimpan tato di tubuhnya. Juga yang perempuan, penuh dengan ukiran-ukiran estetika sesuai sesuai selera masing-masing.
Artis bertato adalah hak mereka menjadikan tubuhnya berhiaskan gambar warna-warni. Tidak perlu menyebutkan nama-nama disitu. Saya, Anda, kita, punya hak pula menjaga diri sendiri sebagaimana apa adanya. Juga terhadap anak-anak yang kelak dewasa dan mandiri. Akankah kelak mereka menanyakan, "Tuhan, kenapa tidak Kau ciptakan saja sebuah tato ditubuhku ini saat aku lahir?"
Seperti biasa, Tuhan, Seniman yang Maha Indah diam. Sebenarnya tidak; Dia menyuruh akal menyuarakannya.
Ah Ngaco! Atau mungkin ingin mendukung kesenian di negeri ini, jadinya mereka menyewa perupa untuk mensosialisasikan tato dikalangan para artis. Ah ngaco lagi. Bukankah tato itu bersifat personal, dan itu adalah hak asasi manusia. Memang tidak ada deklarasi yang menyatakan, bahwa tato adalah hak segala bangsa, maka oleh sebab itu penjajahan kreatifitas di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan kebutuhan para artis Indonesia. Tapi negeri ini kan negeri yang santun, termasuk kesopanan dalam penampilan lahiriah.
"Antahlah, ambo ndak ngarati itu," kata urang awak. "Kulo mboten ngertos," kata wong Jowo dan "Kaueleh tak uneng," kata orang Madura. Artis bertato, berkalung, berkerudung, bermandikan lumpur, emang gue pikirin. Tapi kita kan nggak bisa diam membiarkan yang seperti itu, tak iyek?
Yang jelas, perhatikan anak-anak di rumah, kalau mereka kelak mau jadi orang beken karena kebanyakan menonton tipi, itu terserah Anda untuk membiarkan mereka menjadi artis bertato atau artis bertakwa. Bedanya tipis. Coba perhatikan sinetron-sinetron religi kita, tokoh utamanya yang ganteng yang akting protagonisnya meyakinkan, ternyata menyimpan tato di tubuhnya. Juga yang perempuan, penuh dengan ukiran-ukiran estetika sesuai sesuai selera masing-masing.
Artis bertato adalah hak mereka menjadikan tubuhnya berhiaskan gambar warna-warni. Tidak perlu menyebutkan nama-nama disitu. Saya, Anda, kita, punya hak pula menjaga diri sendiri sebagaimana apa adanya. Juga terhadap anak-anak yang kelak dewasa dan mandiri. Akankah kelak mereka menanyakan, "Tuhan, kenapa tidak Kau ciptakan saja sebuah tato ditubuhku ini saat aku lahir?"
Seperti biasa, Tuhan, Seniman yang Maha Indah diam. Sebenarnya tidak; Dia menyuruh akal menyuarakannya.
Komentar